Monday, October 27, 2008
PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Sertifikasi Operasi Bandar Udara (SOB)
PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Fungsi bandara merupakan tempat lepas landas, mendarat pesawat udara, dan pergerakan di darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara merupakan simpul dari system transportasi udara. Perencanaan, pembangunanan dan pengoperasian suatu Bandar udara harus memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum dalam Annex 14 Convention on International Civil Aviation (Vol I : Aerodrome dan Vol II : Heliport). Ketentuan ini diadopsi dalam ketentuan nasional berupa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait lainnya.
Pengoperasian Bandar udara sesuai ketentuan keselamatan penerbangan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan pengoperasian pesawat udara di Bandar udara. Berkaitan dengan hal tersebut, Penyelenggara Bandar udara mempunyai kewajiban, sesuai ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 139 : Aerodrome, yaitu :
1. Memenuhi standar dan ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan Ditjen Pehubungan Udara yang disampaikan secara tertulis;
2. Mempekerjakan personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam umlah yang memadai;
3. Menjamin Bandar udara (aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat perhatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mengoperasikan dan memelihara Bandar udara sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Aerodrome Manual.
Ditjen Perhubungan Udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian Bandar udara berupa penerbitan Sertifikat Operasi Bandar Udara bagi Bandar udara yang telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta melakukan pengawasan berupa audit atau inspeksi secara berkala.
Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar udara (aerodrome) adalah heliport (tempat atau struktur yang digunakan untuk lepas landas, mendarat dan pergerakan di darat helicopter).
Penyelenggara Bandar Udara, antara lain adalah Badan Usaha Kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I dan II), Ditjen Perhubungan Udara (Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara), Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota, serta Badan Hukum Indonesia.
A. STANDAR DAN KETENTUAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Standar dan ketentuan berkaitan dengan pengoperasian bandar udara, termasuk pengoperasian heliport, yaitu:
1. Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
2. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
3. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat Operasi Bandar Udara;
5. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/XI/1985 tentang Peraturan Tata Tertib Bandara;
6. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/13/II/1990 tentang Standar Rambu Terminal Bandar Udara;
7. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/21/I/1995 tentang Standar Sistem Pemanduan Parkir Pesawat Udara (Aircraft Docking Guidance System/ ADGS)
8. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/04/I/1997 tentang Sertifikasi Kecakapan Pemandu Parkir Pesawat Udara, Sertifikasi Operator Garbarata dan Sertifikasi Kecakapan Operator Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara.
9. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/130/VI/1997 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Helideck.
10. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/94/IV/1998 tentang Persyaratan Teknis dan Operasional Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadan Kebakaran;
11. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/57/IV/1999 tentang Pemindahan Pesawat Udara Yang Rusak di Bandar Udara;
12. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/112/VI/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Elevated Heliport;
13. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/140/VI/1999 tentang Prosedur Kendaraan Darat dan Pergerakannya Di Sisi Udara;
14. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/262/X/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Surface Level Heliport;
15. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/345/XII/1999 tentangSertifikat Kecakapan Petugas dan Teknisi Perawatan Kendaraan PKP-PK serta Petugas Salvage;
16. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Persyaratan Teknis Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment);
17. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/11/2001 tentang Standar Marka dan Rambu pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara;
18. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
19. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/28/IV/2003 tentang Sertifikat Kecakapan Pelayanan Pendaratan Helikopter (Helicopter Landing Officer/ HLO);
20. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/76/VI/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertiikasi Operasi Bandara.
B. PERSONIL PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap penyelenggara bandara wajib mempekerjakan personil pengoperasian bandar udara yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kualifikasi dan kompetensi personil pengoperasian bandar udara dibuktikan dengan Sertifikat Tanda Kecakapan Personil (STKP/SKP) yang masih berlaku. STKP/ SKP ini harus dibawa setiap menjalankan kegiatannya dan dapat diunjukkan setiap kali dilakukan inspeksi.
1. STKP/ SKP pengoperasian bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara antara lain:
2. STKP Operator Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
3. STKP Pemandu Parkir Pesawat Udara (Marshalling);
4. STKP Apron Movement Controller;
5. STKP Helicopter Landing Officer.
Untuk mendapatkan STKP/ SKP, seseorang harus mengikuti diklat, sesuai dengan kompetensi yang ingin dimiliki, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara atau Badan Hukum Indonesia yang telah mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan Diklat yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Setelah mengikuti Diklat, seseorang harus diuji kompetensi dan ketrampilannya oleh Tim Ditjen Perhubungan Udara. Bagi peserta yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.
Persyaratan untuk mendapatkan STKP/SKP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait.
C. PERALATAN DAN FASILITAS BANDAR UDARA
Setiap peralatan dan fasilitas yang dioperasikan pada bandar udara harus dipelihara sehingga memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap bandara/ aerodrome untuk memastikan bahwa bandara/ aerodrome dapat melayani pesawat udara dengan selamat, terutama pada keadaan :
1. Setelah terjadi angin kencang, badai dan cuaca buruk lainnya;
2. Segera setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di aerodrome;
3. Saat diminta oleh Ditjen Perhubungan Udara.
Adapun yang dimaksud dengan peralatan dan fasilitas bandar udara adalah:
1. Fasilitas pergerakan pesawat udara, antara lain landas pacu (runway), jalan penghubung landas pacu (taxiway), dan apron;
2. Alat bantu visual di bandara/ aerodrome, antara lain marka, rambu dan tanda yang ada di runway, taxiway dan apron;
3. Alat bantu visual berupa lampu di aerodrome dan sekitarnya termasuk lampu untuk halangan (obstacle) yang ada di sekitar bandara (aerodrome).
Untuk menunjang pelayanan pesawat udara di darat, pada beberapa bandara tersedia peralatan penunjang operasi darat pesawat udara (ground support equipment/ GSE). Setiap jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai peruntukannya dan wajib memenui persyaratan teknis dan spesifikasi fungsionalnya yang dibuktikan dengan Sertifikat Kelaikan Operasi yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Jenis peralatan dan persyaratan sertifikat kelaikan operasi diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE). Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga (Badan Hukum Indonesia) yang telah mendapatkan Sertifikat Persetujuan dari Ditjen Perhubungan Udara. Syarat dan tata cara bagi Badan Hukum Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Persetujuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang dioperasikan pada suatu bandara dapat diusahakan oleh pihak di luar bandara. Ijin pengusahaannya dikeluarkan oleh penyelenggara bandara.
D. PROSEDUR PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap bandar udara yang dioperasikan, wajib memiliki sertifikat operasi bandar udara. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat, pada bandar udara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas tempat duduk lebih dari 30 (tigapuluh) tempat duduk, adalah tersedianya Pertunjuk Pengoperasian Bandara/ Aerodrome (Aerodrome Manual). Aerodrome Manual disusun oleh Penyelenggara Bandara dalam format yang telah diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 76 Tahun 2005 (CASR 139 : Aerodrome). Aerodrome Manual berisi informasi mengenai lokasi bandar udara, informasi mengenai bandar udara yang harus organisasi penyelenggara bandar udara dan prosedur pengoperasian bandar udara.
Penyelenggara wajib mengoperasikan bandar udara sesuai dengan prosedur dalam Aerodrome Manual. Segala penyimpangan terhadap Aerodrome Manual harus dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara.
Prosedur pengoperasian bandar udara yang harus dimuat dalam Aerodrome Manual, meliputi 17 (tujuh belas) prosedur dan langkah-langkah keselamatan sebagai berikut:
1. Aerodrome reporting;
2. Akses ke daerah pergerakan pesawat udara;
3. Aerodrome Emergency Plan;
4. Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
5. Inspeksi terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle limitation surface;
6. Sistem kelistrikan dan alat bantu visual;
7. Pemeliharaan daerah pergerakan pesawat udara;
8. Keselamatan kerja di aerodrome;
9. Manajemen pengoperasian apron;
10. Manajemen keselamatan di apron;
11. Pengawasan pergerakan kendaraan di sisi udara;
12. Manajemen gangguan binatang liar;
13. Pengawasan halangan;
14. Pemindahan pesawat udara yang rusak;
15. Penanganan bahan berbahaya;
16. Operasi pada jarak pandang rendah;
17. Perlindungan terhadap lokasi radar dan alat bantu navigasi yang terdapat di bandara.
E. LARANGAN DAN PEMBATASAN TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE RESTRICTION AND LIMITATION)
Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalah :
* setiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan (obstacle restriction surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau taxiway strip;
* setiap benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle limitation surface/ OLS).
Obstacle limitation surface (OLS untuk non-instrument runway, non precision approach runway dan precision approach runway category 1 meliputi:
1. Conical surface;
2. Inner horizontal surface;
3. Approach surface;
4. Transitional surface;
5. Take off climb surface.
Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:
1. Outer horizontal surface;
2. Conical surface;
3. Inner horizontal surface;
4. Approach surface;
5. Inner approach surface;
6. Transitional surface;
7. Inner transitional surface;
8. Baulked landing surface;
9. Take off climb surface.
Penyelenggara bandara harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya, dan mengawasi setiap obyek yang berada pada obstacle limitation surface. Bilamana terdapat pelanggaran atau potensial pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara dan melakukan koordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait dengan obyek tersebut.
Obyek atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara, dan obyek atau pendirian obyek baru di luar OLS dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dianggap sebagai obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya oleh Ditjen Perhubungan Udara berdasarkan suatu assessment.
PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Fungsi bandara merupakan tempat lepas landas, mendarat pesawat udara, dan pergerakan di darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara merupakan simpul dari system transportasi udara. Perencanaan, pembangunanan dan pengoperasian suatu Bandar udara harus memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum dalam Annex 14 Convention on International Civil Aviation (Vol I : Aerodrome dan Vol II : Heliport). Ketentuan ini diadopsi dalam ketentuan nasional berupa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait lainnya.
Pengoperasian Bandar udara sesuai ketentuan keselamatan penerbangan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan pengoperasian pesawat udara di Bandar udara. Berkaitan dengan hal tersebut, Penyelenggara Bandar udara mempunyai kewajiban, sesuai ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 139 : Aerodrome, yaitu :
1. Memenuhi standar dan ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan Ditjen Pehubungan Udara yang disampaikan secara tertulis;
2. Mempekerjakan personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam umlah yang memadai;
3. Menjamin Bandar udara (aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat perhatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mengoperasikan dan memelihara Bandar udara sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Aerodrome Manual.
Ditjen Perhubungan Udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian Bandar udara berupa penerbitan Sertifikat Operasi Bandar Udara bagi Bandar udara yang telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta melakukan pengawasan berupa audit atau inspeksi secara berkala.
Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar udara (aerodrome) adalah heliport (tempat atau struktur yang digunakan untuk lepas landas, mendarat dan pergerakan di darat helicopter).
Penyelenggara Bandar Udara, antara lain adalah Badan Usaha Kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I dan II), Ditjen Perhubungan Udara (Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara), Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota, serta Badan Hukum Indonesia.
A. STANDAR DAN KETENTUAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Standar dan ketentuan berkaitan dengan pengoperasian bandar udara, termasuk pengoperasian heliport, yaitu:
1. Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
2. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
3. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat Operasi Bandar Udara;
5. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/XI/1985 tentang Peraturan Tata Tertib Bandara;
6. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/13/II/1990 tentang Standar Rambu Terminal Bandar Udara;
7. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/21/I/1995 tentang Standar Sistem Pemanduan Parkir Pesawat Udara (Aircraft Docking Guidance System/ ADGS)
8. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/04/I/1997 tentang Sertifikasi Kecakapan Pemandu Parkir Pesawat Udara, Sertifikasi Operator Garbarata dan Sertifikasi Kecakapan Operator Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara.
9. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/130/VI/1997 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Helideck.
10. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/94/IV/1998 tentang Persyaratan Teknis dan Operasional Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadan Kebakaran;
11. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/57/IV/1999 tentang Pemindahan Pesawat Udara Yang Rusak di Bandar Udara;
12. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/112/VI/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Elevated Heliport;
13. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/140/VI/1999 tentang Prosedur Kendaraan Darat dan Pergerakannya Di Sisi Udara;
14. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/262/X/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Surface Level Heliport;
15. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/345/XII/1999 tentangSertifikat Kecakapan Petugas dan Teknisi Perawatan Kendaraan PKP-PK serta Petugas Salvage;
16. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Persyaratan Teknis Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment);
17. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/11/2001 tentang Standar Marka dan Rambu pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara;
18. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
19. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/28/IV/2003 tentang Sertifikat Kecakapan Pelayanan Pendaratan Helikopter (Helicopter Landing Officer/ HLO);
20. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/76/VI/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertiikasi Operasi Bandara.
B. PERSONIL PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap penyelenggara bandara wajib mempekerjakan personil pengoperasian bandar udara yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kualifikasi dan kompetensi personil pengoperasian bandar udara dibuktikan dengan Sertifikat Tanda Kecakapan Personil (STKP/SKP) yang masih berlaku. STKP/ SKP ini harus dibawa setiap menjalankan kegiatannya dan dapat diunjukkan setiap kali dilakukan inspeksi.
1. STKP/ SKP pengoperasian bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara antara lain:
2. STKP Operator Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
3. STKP Pemandu Parkir Pesawat Udara (Marshalling);
4. STKP Apron Movement Controller;
5. STKP Helicopter Landing Officer.
Untuk mendapatkan STKP/ SKP, seseorang harus mengikuti diklat, sesuai dengan kompetensi yang ingin dimiliki, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara atau Badan Hukum Indonesia yang telah mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan Diklat yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Setelah mengikuti Diklat, seseorang harus diuji kompetensi dan ketrampilannya oleh Tim Ditjen Perhubungan Udara. Bagi peserta yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.
Persyaratan untuk mendapatkan STKP/SKP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait.
C. PERALATAN DAN FASILITAS BANDAR UDARA
Setiap peralatan dan fasilitas yang dioperasikan pada bandar udara harus dipelihara sehingga memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap bandara/ aerodrome untuk memastikan bahwa bandara/ aerodrome dapat melayani pesawat udara dengan selamat, terutama pada keadaan :
1. Setelah terjadi angin kencang, badai dan cuaca buruk lainnya;
2. Segera setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di aerodrome;
3. Saat diminta oleh Ditjen Perhubungan Udara.
Adapun yang dimaksud dengan peralatan dan fasilitas bandar udara adalah:
1. Fasilitas pergerakan pesawat udara, antara lain landas pacu (runway), jalan penghubung landas pacu (taxiway), dan apron;
2. Alat bantu visual di bandara/ aerodrome, antara lain marka, rambu dan tanda yang ada di runway, taxiway dan apron;
3. Alat bantu visual berupa lampu di aerodrome dan sekitarnya termasuk lampu untuk halangan (obstacle) yang ada di sekitar bandara (aerodrome).
Untuk menunjang pelayanan pesawat udara di darat, pada beberapa bandara tersedia peralatan penunjang operasi darat pesawat udara (ground support equipment/ GSE). Setiap jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai peruntukannya dan wajib memenui persyaratan teknis dan spesifikasi fungsionalnya yang dibuktikan dengan Sertifikat Kelaikan Operasi yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Jenis peralatan dan persyaratan sertifikat kelaikan operasi diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE). Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga (Badan Hukum Indonesia) yang telah mendapatkan Sertifikat Persetujuan dari Ditjen Perhubungan Udara. Syarat dan tata cara bagi Badan Hukum Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Persetujuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang dioperasikan pada suatu bandara dapat diusahakan oleh pihak di luar bandara. Ijin pengusahaannya dikeluarkan oleh penyelenggara bandara.
D. PROSEDUR PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap bandar udara yang dioperasikan, wajib memiliki sertifikat operasi bandar udara. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat, pada bandar udara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas tempat duduk lebih dari 30 (tigapuluh) tempat duduk, adalah tersedianya Pertunjuk Pengoperasian Bandara/ Aerodrome (Aerodrome Manual). Aerodrome Manual disusun oleh Penyelenggara Bandara dalam format yang telah diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 76 Tahun 2005 (CASR 139 : Aerodrome). Aerodrome Manual berisi informasi mengenai lokasi bandar udara, informasi mengenai bandar udara yang harus organisasi penyelenggara bandar udara dan prosedur pengoperasian bandar udara.
Penyelenggara wajib mengoperasikan bandar udara sesuai dengan prosedur dalam Aerodrome Manual. Segala penyimpangan terhadap Aerodrome Manual harus dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara.
Prosedur pengoperasian bandar udara yang harus dimuat dalam Aerodrome Manual, meliputi 17 (tujuh belas) prosedur dan langkah-langkah keselamatan sebagai berikut:
1. Aerodrome reporting;
2. Akses ke daerah pergerakan pesawat udara;
3. Aerodrome Emergency Plan;
4. Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
5. Inspeksi terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle limitation surface;
6. Sistem kelistrikan dan alat bantu visual;
7. Pemeliharaan daerah pergerakan pesawat udara;
8. Keselamatan kerja di aerodrome;
9. Manajemen pengoperasian apron;
10. Manajemen keselamatan di apron;
11. Pengawasan pergerakan kendaraan di sisi udara;
12. Manajemen gangguan binatang liar;
13. Pengawasan halangan;
14. Pemindahan pesawat udara yang rusak;
15. Penanganan bahan berbahaya;
16. Operasi pada jarak pandang rendah;
17. Perlindungan terhadap lokasi radar dan alat bantu navigasi yang terdapat di bandara.
E. LARANGAN DAN PEMBATASAN TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE RESTRICTION AND LIMITATION)
Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalah :
* setiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan (obstacle restriction surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau taxiway strip;
* setiap benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle limitation surface/ OLS).
Obstacle limitation surface (OLS untuk non-instrument runway, non precision approach runway dan precision approach runway category 1 meliputi:
1. Conical surface;
2. Inner horizontal surface;
3. Approach surface;
4. Transitional surface;
5. Take off climb surface.
Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:
1. Outer horizontal surface;
2. Conical surface;
3. Inner horizontal surface;
4. Approach surface;
5. Inner approach surface;
6. Transitional surface;
7. Inner transitional surface;
8. Baulked landing surface;
9. Take off climb surface.
Penyelenggara bandara harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya, dan mengawasi setiap obyek yang berada pada obstacle limitation surface. Bilamana terdapat pelanggaran atau potensial pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara dan melakukan koordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait dengan obyek tersebut.
Obyek atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara, dan obyek atau pendirian obyek baru di luar OLS dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dianggap sebagai obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya oleh Ditjen Perhubungan Udara berdasarkan suatu assessment.
Keamanan Penerbangan
Keamanan Penerbangan
I. ATURAN ? ATURAN PENGAMANAN PENERBANGAN SIPIL
1. ICAO Annex 17 The Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawful Interference.
2. ICAO Document 8973 tentang Instruction Manual of The Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawful Interference.
3. ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
4. ICAO Document 9284 tentang Technical Instruction of The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
5. Undang ? Undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan.
6. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.
7. Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 1989 Tentang Penertiban penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil. <;/LI>
8. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 1996 Tentang Pengamanan Penerbangan Sipil.
9. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/40/II/1995 Tentang Petunjuk Pelaksanaan KM No. 14 Tahun 1989.
10. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/12/I/1995 Tentang Surat Tanda Kecakapan Operator Peralatan Sekuriti dan Petugas Pemeriksa Penumpang dan Barang.
11. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/275/XII/1998 Tentang Pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.
12. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/293/XI/ Tentang Sertifikat Kecakapan Petugas Penanganan pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.
13. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/VII/2003 Tentang Petunjuk teknis penanganan penumpang pesawat udara sipil yang membawa sensata api beserta peluru dan tata cara pengamanan pengawalan tahanan dalam penerbangan sipil.
14. Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 Tahun 2004 Tentang Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil.
15. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/252/XII/2005 Tentang Program Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pengamanan Penerbangan Sipil.
16. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/253/XII/2005 Tentang Evaluasi Efektifitas Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (Quality Control).
II. PROSEDUR PEMERIKSAAN KEAMANAN DI BANDARA
* Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi udara, wajib melalui pemeriksan keamanan (PP 3/2001 Ps.52)
* Personil pesawat udara, penumpang, bagasi, kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps 53 ayat 1)
* Pemeriksaan keamanan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu (PP 3/2001 Ps 53 ayat 2)
* Terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi yang tidak bersama pemiliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan ulang untuk dapat diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55)
* Kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di tempat khusus yang disediakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1)
* Tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 2)
* Kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 1)
* Pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3)
* Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, perusahaan angkutan udara dapat menolak untuk mengangkut kantong diplomatik (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 2)
* Bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara wajib memenuhi ketentuan pengangkutan bahan dan/ atau barang berbahaya (PP 3/2001 Ps.58 ayat 1)
* Perusahaan angkutan udara wajib memberitahukan kepada Kapten Penerbang bilamana terdapat bahan dan/ atau barang berbahaya yang diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 2)
* Bahan dan/ atau barang berbahaya yang belum dapat diangkut, disimpan pada tempat penyimpanan yang disediakan khusus untuk penyimpanan barang berbahaya (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 3)
* Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada kemasan, label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya dimaksud harus diturunkan dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4)
* Agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari perusahaan angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1)
* Agen pengangkut, harus melakukan pemeriksaan, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP 30/2001 Ps. 59 ayat 3)
* Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 1)
* Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan pada tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau oleh penumpang pesawat udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2)
* Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata oleh perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
* Perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang diterima sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar udara tujuan (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
* Penyelenggara bandar udara atau perusahaan angkutan udara wajib melaporkan kepada Kepolisian dalam hal mengetahui adanya barang tidak dikenal yang patut diduga dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps.61 ayat 1)
III. PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL
* Penumpang, awak pesawat udara dan bagasi harus diperiksa sebelum memasuki daerah steril dan sisi udara
* Penumpang harus melapor pada Perusahaan angkutan udara
* Nama dalam tiket harus sama dengan identitas penumpang
* Penumpang transit dan transfer dilakukan pemeriksaan
* Kabandara atau Adbandara dapat melakukan pemeriksaan di dalam pesawat udara
* Batas waktu check-in 30 menit sebelum jadwal keberangkatan
* Daerah check-in merupakan daerah terbatas yang harus dijaga petugas
* Jalur yang menghubungkan daerah chek-in dengan sisi udara harus dilengkapi pintu dan dikunci saat tidak dipergunakan
* Pintu lalu lintas petugas harus dijaga petugas sekuriti dan dikunci apabila tidak dipergunakan
* Petugas lain turut mengawasi dibawah koordinasi petugas sekuriti bandara
* Perusahaan angkutan udara dapat menolak mengangkut penumpang yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan
* Bagasi harus diperiksa sebelum diserahkan di tempat check ?in (KM 14/1989 Ps. 3)
* Bagasi harus dilengkapi identitas pemilik(KM14/1989 Ps.4)
* Bagasi yang ditolak dengan alasan keamanan penerbangan tidak dibenarkan untuk diangkut(KM 14/1989 Ps.5)
* Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang dapat dipakai sebagai alat untuk mengancam atau memaksakan kehendak dilarang dimasukkan atau ditempatkan di dalam kabin pesawat udara (KM14 Ps. 6)
* Kargo dan kiriman pos harus diperiksa sebelum dimasukkan ke gudang atau pesawat udara (KM 14/1989 Ps.7)
* Pemeriksaan pos perlu memperhatikan kelancaran pengirimannya (KM 14/1989 Ps. 7 ayat 2
* Pemeriksaan pengangkutan barang-barang berbahaya harus memperhatikan ketentuan yang berlaku (KM 14/1989 Ps.8)
* Nama dan alamat calon penumpang wajib dicatat oleh pengangkut atau agennya
* Hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan para pemegang izin yang syah diizinkan masuk daerah check-in
* Tiket dan izin masuk dicocokkan dengan orang yang bersangkutan
* Hanya petugas sekuriti yang berhak melakukan pemeriksaan
* Pemeriksaan oleh petugas lain atas persetujuan Kabandara atau Adbandara
* Tiket dicocokan dengan bukti kenal diri
* Check-in counter dibuka 2 jam sebelum jadual penerbangan
* Apabila pemeriksaan sekuriti dilakukan secara manual waktu pelaporan dapat diajukan
* Batas waktu check-in 30 menit
* Pemeriksaan secara fisik dan atau menggunakan alat bantu
* Pemeriksaan dengan alat bantu harus diselingi pemeriksaan fisik secara acak
* Setiap yang dicurigai harus diperiksa secara fisik
* Bagasi yang telah diperiksa harus disegel dengan label sekuriti
* Petugas sekuriti berhak melarang keberangkatan calon penumpang yang menolak untuk diperiksa
* Pengangkut harus menolak bagasi yang tidak disegel atau segel rusak
* Kondisi bagasi yang kurang baik harus diberitahukan untuk diperbaiki
* Pengangkut harus menyediakan blanko identitas bagasi kabin
* Semua awak pesawat udara harus diperiksa
* Awak pesawat udara diberikan prioritas pemeriksaan
* Penumpang transfer harus diperiksa ulang sebelum memasuki ruang tunggu
* Penumpang transit yang keluar dan kembali ke ruang tunggu harus diperiksa
* Penumpang pesawat udara yang mendarat karena kerusakan teknis atau alasan operasional harus diperiksa
* Pengangkut harus menempatkan petugas sekuriti dan bekerjasama denga petugas sekuriti bandara untuk melaksanakan pemeriksaan penumpang, bagasi dan kargo
* Pengangkut harus menempatkan petugas di ruang tunggu untuk memeriksa boarding pass
* Bagasi dan bagasi kabin yang termasuk jenis barang berbahaya dapat diangkut sepanjang memenuhi peraturan pengangkutan barang berbahaya yang berlaku
* Barang berbahaya dilarang disimpan dalam bagasi atau bagasi kabin maupun dipakai pada badan
* Senjata api, senjata tajam berukuran lebih dari 5 cm atau benda lain yang dapat dipergunakan sebagai senjata harus diserahkan kepada pengangkut dengan bukti tanda terima
* Petugas sekuriti yang menemukan barang tersebut harus diberitahukan kepada pengangkut
* Barang tersebut disimpan di ruang kargo pesawat
* Ditempat tujuan diserahkan kembali kepada pemiliknya dengan meminta kembali bukti tanda terima di sisi darat
* Pengangkut mencatat jumlah bagasi yang telah diperiksa
* Pengangkut harus memberikan bukti tanda terima bagasi
* Label bagasi (stiker) harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah lepas
* Bagasi milik calon penumpang yang batal berangkat atau tidak melanjutkan penerbangan dan tidak memberitahukan kepada pengangkut dilarang diangkut kecuali atas persetujuan PIC
* Bagasi milik penumpang yang batal berangkat dilarang diangkut kecuali telah diperiksa dan disertai bukti kenal diri
* Bagasi yang tidak diangkut bersama dengan pemiliknya dapat diangkut apabila telah diperiksa
* Jumlah bagasi kabin maksimum 2 koli
* Ukuran, berat bagasi serta kebutuhan penumpang selama penerbangan ditentukan pengangkut
* Pengawasan bagasi kabin dilakukan pengangkut
* Bagasi kabin yang melampaui ukuran dan berat harus diangkut sebagai bagasi
* Anak dibawah umur 8 tahun harus disertai pengantar atau orang yang bertanggung jawab baik awak pesawat atau orang dewasa lain
* Wanita hamil tua (8 bulan) harus disertai surat keterangan dokter
* Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus disertai dengan surat dokter dan pengantar
* Jenasah harus disertai surat keterangan dari instansi kesehatan
* Orang gila harus dikawal
* Tahanan atau deportee harus dikawal
* Pengangkut harus menolak calon penumpang yang tidak memenuhi ketentuan
* Pengangkut dapat menolak calon penumpang yang mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi petugas berwenang
III. PEMERIKSAAN CALON JAMAAH HAJI DAN BAGASI KABINNYA
* Calon jemaah haji dan bagasinya harus diperiksa
* Pemeriksan dapat dilakukan di asrama haji oleh petugas sekuriti
* Kendaraan yang mengangkut calon jemaah haji harus steril
* Kendaraan yang mengangkut calon jemaah haji harus dinyatakan steril oleh petugas
* Kendaraan harus dikawal dan dilarang berhubungan dengan orang yang belum diperiksa
* Calon jemaah haji dilarang menerima titipan tanpa melalui pemeriksaan
* Pemeriksaan bagasi oleh petugas sekuriti bandara
* Pemeriksaan untuk mencegah terangkutnya bahan berbahaya
* Bagasi yang sudah diperiksa harus disegel dan pengawasannya dilakukan petugas sekuriti pengangkut
* Label sekuriti yang rusak harus diperiksa ulang
* Ketentuan lain diberlakukan sama untuk penumpang lainnya
IV. PROGRAM NASIONAL PENGAMANAN PENERBANGAN SIPIL
* Program ini bertujuan untuk mempertahankan Program Pengamanan Penerbangan Sipil sehinga efektif dan mutakhir (current).
* Kegiatan Program ini meliputi : Survey, Inspeksi ? Audit, Pengujian dan Latihan
* Survei ialah kegiatan evaluasi yang menyeluruh terhadap pelaksanaan operasional penerbangan tingkat nasional, bandar udara dan operator pesawat udara dalam rangka mengidentifikasikan kerawanan dalam menghadapi tindakan melawan hukum.
* Inspeksi ? Audit ialah Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan secara acak untuk melihat secara langsung pelaksanaan prosedur pengamanan penerbangan serta pemberian koreksi atau arahan serta sanksi terhadap pelanggaran ? pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan pengamanan penerbangan sipil yang dilakukan di bandar udara atau pesawat udara.
* Pengujian ialah kegiatan pengujian terhadap seluruh aspek implementasi praktis terhadap pengamanan bandar udara yang meliputi peralatan, personil dan prosedur pengamanan penerbangan sipil
* Latihan dilaksanakan oleh Penyelenggara bandar udara dan operator pesawat udara harus melakukan latihan, yang merupakan kegiatan uji coba pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan. Latihan harus dilakukan secara nyata (real) sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun dan 3 (tiga) dalam 2 (dua) tahun secara simulasi (table top). Hasil Latihan harus dibahas di dalam komite pengamanan bandar udara dan dilaporkan kepada Ditjen Hubud
* Dalam pelaksanaan Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (PNPPS) dibentuk Komite Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (KNPPS). KNPPS ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan masa tugas 5 (lima) tahun.
* Tugas dan Tanggung Jawab KNPPS :
1. Memberikan saran dan masukan ke Menhub mengenai tindak pengamanan penerbangan sipil.
2. Meneliti pelaksanaan ketentuan yang terkait dengan pengamanan dan membuat rekomendasi untuk perubahan apabila diperlukan.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan PNPPS
4. Memberikan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan pengamanan dalam perancangan, pembangunan dan penyediaan fasilitas bandar udara.
5. Memperhatikan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Pengamanan bandar udara dan apabila dipandang perlu disampaikan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara
6. Membuat penilaian atas tingkat ancaman
V. PROGRAM NASIONAL PENDIDIKAN DAN LATIHAN
* Dalam melaksanakan kegiatan pengamanan penerbangan sipil, setiap petugas wajib memiliki sertifikat kecakapan yang diterbitkan oleh Dirjen Hubud.
* Diklat pengamanan penerbangan sipil tidak terbatas hanya kepada petugas pengamanan bandara dan petugas operator pesawat udara, tapi juga untuk semua eleven yang terlibat di dalam atau tergabung dalam penerbangan sipil.
* Untuk menunjang pengamanan penerbangan , semua pegawai instansi yang terkait dalam kegiatan penerbangan sipil wajib mengikuti aviation security awareness course, yaitu : pegawai bandar udara, pegawai perusahaan angkutan udara di bandara, awak pesawat udara, pegawai ground handling, pegawai cargo dan shipper, pegawai pos, pegawai konsesioner, petugas protokoler, petugas bea cukai, imigrasi dan karantina dan petugas polisi militer yang bertugas di bandara.
* Dirjen hubud bertanggung jawab terhadap terselenggaranya diklat pengamanan penerbangan sipil.
* Diklat Pengamanan Penerbangan Sipil dapat diselenggarakan oleh Dirjen Hubud atau institusi / Unit Kerja atau Badan Hukum Indonesia yang melakukan kegiatan di bidang penerbangan setelah mendapat izin dari Dirjen Hubud
* Jenis dan Tingkatan Diklat terdiri dari :
o A. Pendidikan dan Pelatihan Wajib :
+ Basic Aviation Security (Basic Avsec)
+ Junior Aviation Security (Junior Avsec)
+ Senior Aviation Security (Senior Avsec)
o B. Pendidikan dan Pelatihan Tambahan :
+ Crisis Management
+ Negotiation
+ Exercise
+ Auditor ? Inspector
+ Instruktur
* Diklat Basic Avsec dan rating kecakapan berdasarkan tingkat kewenangan diperuntukkan petugas pemeriksa Orang dan Barang dan Pemeriksa Kendaraan
* Diklat Junior Avsec dan rating kecakapan berdasarkan tingkat kewenangan, diberikan untuk petugas Operator X-Ray dan Operator Explosive Detector
* Diklat Senior Avsec dan rating kecakapan berdasarkan tingkat kewenangan, diberikan untuk Supervisor, yaitu personil yang dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengamanan penerbangan dan dapat melakukan semua kegiatan pengamanan penerbangan
* Dirjen Hubud bertanggung jawab untuk menjamin agar diklat tetap sesuai dengan perkembangan situasi
I. ATURAN ? ATURAN PENGAMANAN PENERBANGAN SIPIL
1. ICAO Annex 17 The Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawful Interference.
2. ICAO Document 8973 tentang Instruction Manual of The Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawful Interference.
3. ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
4. ICAO Document 9284 tentang Technical Instruction of The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
5. Undang ? Undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan.
6. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.
7. Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 1989 Tentang Penertiban penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil. <;/LI>
8. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 1996 Tentang Pengamanan Penerbangan Sipil.
9. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/40/II/1995 Tentang Petunjuk Pelaksanaan KM No. 14 Tahun 1989.
10. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/12/I/1995 Tentang Surat Tanda Kecakapan Operator Peralatan Sekuriti dan Petugas Pemeriksa Penumpang dan Barang.
11. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/275/XII/1998 Tentang Pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.
12. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/293/XI/ Tentang Sertifikat Kecakapan Petugas Penanganan pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.
13. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/VII/2003 Tentang Petunjuk teknis penanganan penumpang pesawat udara sipil yang membawa sensata api beserta peluru dan tata cara pengamanan pengawalan tahanan dalam penerbangan sipil.
14. Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 Tahun 2004 Tentang Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil.
15. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/252/XII/2005 Tentang Program Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pengamanan Penerbangan Sipil.
16. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/253/XII/2005 Tentang Evaluasi Efektifitas Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (Quality Control).
II. PROSEDUR PEMERIKSAAN KEAMANAN DI BANDARA
* Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi udara, wajib melalui pemeriksan keamanan (PP 3/2001 Ps.52)
* Personil pesawat udara, penumpang, bagasi, kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps 53 ayat 1)
* Pemeriksaan keamanan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu (PP 3/2001 Ps 53 ayat 2)
* Terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi yang tidak bersama pemiliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan ulang untuk dapat diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55)
* Kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di tempat khusus yang disediakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1)
* Tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 2)
* Kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 1)
* Pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3)
* Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, perusahaan angkutan udara dapat menolak untuk mengangkut kantong diplomatik (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 2)
* Bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara wajib memenuhi ketentuan pengangkutan bahan dan/ atau barang berbahaya (PP 3/2001 Ps.58 ayat 1)
* Perusahaan angkutan udara wajib memberitahukan kepada Kapten Penerbang bilamana terdapat bahan dan/ atau barang berbahaya yang diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 2)
* Bahan dan/ atau barang berbahaya yang belum dapat diangkut, disimpan pada tempat penyimpanan yang disediakan khusus untuk penyimpanan barang berbahaya (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 3)
* Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada kemasan, label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya dimaksud harus diturunkan dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4)
* Agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari perusahaan angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1)
* Agen pengangkut, harus melakukan pemeriksaan, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP 30/2001 Ps. 59 ayat 3)
* Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 1)
* Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan pada tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau oleh penumpang pesawat udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2)
* Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata oleh perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
* Perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang diterima sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar udara tujuan (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
* Penyelenggara bandar udara atau perusahaan angkutan udara wajib melaporkan kepada Kepolisian dalam hal mengetahui adanya barang tidak dikenal yang patut diduga dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps.61 ayat 1)
III. PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL
* Penumpang, awak pesawat udara dan bagasi harus diperiksa sebelum memasuki daerah steril dan sisi udara
* Penumpang harus melapor pada Perusahaan angkutan udara
* Nama dalam tiket harus sama dengan identitas penumpang
* Penumpang transit dan transfer dilakukan pemeriksaan
* Kabandara atau Adbandara dapat melakukan pemeriksaan di dalam pesawat udara
* Batas waktu check-in 30 menit sebelum jadwal keberangkatan
* Daerah check-in merupakan daerah terbatas yang harus dijaga petugas
* Jalur yang menghubungkan daerah chek-in dengan sisi udara harus dilengkapi pintu dan dikunci saat tidak dipergunakan
* Pintu lalu lintas petugas harus dijaga petugas sekuriti dan dikunci apabila tidak dipergunakan
* Petugas lain turut mengawasi dibawah koordinasi petugas sekuriti bandara
* Perusahaan angkutan udara dapat menolak mengangkut penumpang yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan
* Bagasi harus diperiksa sebelum diserahkan di tempat check ?in (KM 14/1989 Ps. 3)
* Bagasi harus dilengkapi identitas pemilik(KM14/1989 Ps.4)
* Bagasi yang ditolak dengan alasan keamanan penerbangan tidak dibenarkan untuk diangkut(KM 14/1989 Ps.5)
* Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang dapat dipakai sebagai alat untuk mengancam atau memaksakan kehendak dilarang dimasukkan atau ditempatkan di dalam kabin pesawat udara (KM14 Ps. 6)
* Kargo dan kiriman pos harus diperiksa sebelum dimasukkan ke gudang atau pesawat udara (KM 14/1989 Ps.7)
* Pemeriksaan pos perlu memperhatikan kelancaran pengirimannya (KM 14/1989 Ps. 7 ayat 2
* Pemeriksaan pengangkutan barang-barang berbahaya harus memperhatikan ketentuan yang berlaku (KM 14/1989 Ps.8)
* Nama dan alamat calon penumpang wajib dicatat oleh pengangkut atau agennya
* Hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan para pemegang izin yang syah diizinkan masuk daerah check-in
* Tiket dan izin masuk dicocokkan dengan orang yang bersangkutan
* Hanya petugas sekuriti yang berhak melakukan pemeriksaan
* Pemeriksaan oleh petugas lain atas persetujuan Kabandara atau Adbandara
* Tiket dicocokan dengan bukti kenal diri
* Check-in counter dibuka 2 jam sebelum jadual penerbangan
* Apabila pemeriksaan sekuriti dilakukan secara manual waktu pelaporan dapat diajukan
* Batas waktu check-in 30 menit
* Pemeriksaan secara fisik dan atau menggunakan alat bantu
* Pemeriksaan dengan alat bantu harus diselingi pemeriksaan fisik secara acak
* Setiap yang dicurigai harus diperiksa secara fisik
* Bagasi yang telah diperiksa harus disegel dengan label sekuriti
* Petugas sekuriti berhak melarang keberangkatan calon penumpang yang menolak untuk diperiksa
* Pengangkut harus menolak bagasi yang tidak disegel atau segel rusak
* Kondisi bagasi yang kurang baik harus diberitahukan untuk diperbaiki
* Pengangkut harus menyediakan blanko identitas bagasi kabin
* Semua awak pesawat udara harus diperiksa
* Awak pesawat udara diberikan prioritas pemeriksaan
* Penumpang transfer harus diperiksa ulang sebelum memasuki ruang tunggu
* Penumpang transit yang keluar dan kembali ke ruang tunggu harus diperiksa
* Penumpang pesawat udara yang mendarat karena kerusakan teknis atau alasan operasional harus diperiksa
* Pengangkut harus menempatkan petugas sekuriti dan bekerjasama denga petugas sekuriti bandara untuk melaksanakan pemeriksaan penumpang, bagasi dan kargo
* Pengangkut harus menempatkan petugas di ruang tunggu untuk memeriksa boarding pass
* Bagasi dan bagasi kabin yang termasuk jenis barang berbahaya dapat diangkut sepanjang memenuhi peraturan pengangkutan barang berbahaya yang berlaku
* Barang berbahaya dilarang disimpan dalam bagasi atau bagasi kabin maupun dipakai pada badan
* Senjata api, senjata tajam berukuran lebih dari 5 cm atau benda lain yang dapat dipergunakan sebagai senjata harus diserahkan kepada pengangkut dengan bukti tanda terima
* Petugas sekuriti yang menemukan barang tersebut harus diberitahukan kepada pengangkut
* Barang tersebut disimpan di ruang kargo pesawat
* Ditempat tujuan diserahkan kembali kepada pemiliknya dengan meminta kembali bukti tanda terima di sisi darat
* Pengangkut mencatat jumlah bagasi yang telah diperiksa
* Pengangkut harus memberikan bukti tanda terima bagasi
* Label bagasi (stiker) harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah lepas
* Bagasi milik calon penumpang yang batal berangkat atau tidak melanjutkan penerbangan dan tidak memberitahukan kepada pengangkut dilarang diangkut kecuali atas persetujuan PIC
* Bagasi milik penumpang yang batal berangkat dilarang diangkut kecuali telah diperiksa dan disertai bukti kenal diri
* Bagasi yang tidak diangkut bersama dengan pemiliknya dapat diangkut apabila telah diperiksa
* Jumlah bagasi kabin maksimum 2 koli
* Ukuran, berat bagasi serta kebutuhan penumpang selama penerbangan ditentukan pengangkut
* Pengawasan bagasi kabin dilakukan pengangkut
* Bagasi kabin yang melampaui ukuran dan berat harus diangkut sebagai bagasi
* Anak dibawah umur 8 tahun harus disertai pengantar atau orang yang bertanggung jawab baik awak pesawat atau orang dewasa lain
* Wanita hamil tua (8 bulan) harus disertai surat keterangan dokter
* Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus disertai dengan surat dokter dan pengantar
* Jenasah harus disertai surat keterangan dari instansi kesehatan
* Orang gila harus dikawal
* Tahanan atau deportee harus dikawal
* Pengangkut harus menolak calon penumpang yang tidak memenuhi ketentuan
* Pengangkut dapat menolak calon penumpang yang mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi petugas berwenang
III. PEMERIKSAAN CALON JAMAAH HAJI DAN BAGASI KABINNYA
* Calon jemaah haji dan bagasinya harus diperiksa
* Pemeriksan dapat dilakukan di asrama haji oleh petugas sekuriti
* Kendaraan yang mengangkut calon jemaah haji harus steril
* Kendaraan yang mengangkut calon jemaah haji harus dinyatakan steril oleh petugas
* Kendaraan harus dikawal dan dilarang berhubungan dengan orang yang belum diperiksa
* Calon jemaah haji dilarang menerima titipan tanpa melalui pemeriksaan
* Pemeriksaan bagasi oleh petugas sekuriti bandara
* Pemeriksaan untuk mencegah terangkutnya bahan berbahaya
* Bagasi yang sudah diperiksa harus disegel dan pengawasannya dilakukan petugas sekuriti pengangkut
* Label sekuriti yang rusak harus diperiksa ulang
* Ketentuan lain diberlakukan sama untuk penumpang lainnya
IV. PROGRAM NASIONAL PENGAMANAN PENERBANGAN SIPIL
* Program ini bertujuan untuk mempertahankan Program Pengamanan Penerbangan Sipil sehinga efektif dan mutakhir (current).
* Kegiatan Program ini meliputi : Survey, Inspeksi ? Audit, Pengujian dan Latihan
* Survei ialah kegiatan evaluasi yang menyeluruh terhadap pelaksanaan operasional penerbangan tingkat nasional, bandar udara dan operator pesawat udara dalam rangka mengidentifikasikan kerawanan dalam menghadapi tindakan melawan hukum.
* Inspeksi ? Audit ialah Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan secara acak untuk melihat secara langsung pelaksanaan prosedur pengamanan penerbangan serta pemberian koreksi atau arahan serta sanksi terhadap pelanggaran ? pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan pengamanan penerbangan sipil yang dilakukan di bandar udara atau pesawat udara.
* Pengujian ialah kegiatan pengujian terhadap seluruh aspek implementasi praktis terhadap pengamanan bandar udara yang meliputi peralatan, personil dan prosedur pengamanan penerbangan sipil
* Latihan dilaksanakan oleh Penyelenggara bandar udara dan operator pesawat udara harus melakukan latihan, yang merupakan kegiatan uji coba pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan. Latihan harus dilakukan secara nyata (real) sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun dan 3 (tiga) dalam 2 (dua) tahun secara simulasi (table top). Hasil Latihan harus dibahas di dalam komite pengamanan bandar udara dan dilaporkan kepada Ditjen Hubud
* Dalam pelaksanaan Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (PNPPS) dibentuk Komite Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (KNPPS). KNPPS ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan masa tugas 5 (lima) tahun.
* Tugas dan Tanggung Jawab KNPPS :
1. Memberikan saran dan masukan ke Menhub mengenai tindak pengamanan penerbangan sipil.
2. Meneliti pelaksanaan ketentuan yang terkait dengan pengamanan dan membuat rekomendasi untuk perubahan apabila diperlukan.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan PNPPS
4. Memberikan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan pengamanan dalam perancangan, pembangunan dan penyediaan fasilitas bandar udara.
5. Memperhatikan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Pengamanan bandar udara dan apabila dipandang perlu disampaikan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara
6. Membuat penilaian atas tingkat ancaman
V. PROGRAM NASIONAL PENDIDIKAN DAN LATIHAN
* Dalam melaksanakan kegiatan pengamanan penerbangan sipil, setiap petugas wajib memiliki sertifikat kecakapan yang diterbitkan oleh Dirjen Hubud.
* Diklat pengamanan penerbangan sipil tidak terbatas hanya kepada petugas pengamanan bandara dan petugas operator pesawat udara, tapi juga untuk semua eleven yang terlibat di dalam atau tergabung dalam penerbangan sipil.
* Untuk menunjang pengamanan penerbangan , semua pegawai instansi yang terkait dalam kegiatan penerbangan sipil wajib mengikuti aviation security awareness course, yaitu : pegawai bandar udara, pegawai perusahaan angkutan udara di bandara, awak pesawat udara, pegawai ground handling, pegawai cargo dan shipper, pegawai pos, pegawai konsesioner, petugas protokoler, petugas bea cukai, imigrasi dan karantina dan petugas polisi militer yang bertugas di bandara.
* Dirjen hubud bertanggung jawab terhadap terselenggaranya diklat pengamanan penerbangan sipil.
* Diklat Pengamanan Penerbangan Sipil dapat diselenggarakan oleh Dirjen Hubud atau institusi / Unit Kerja atau Badan Hukum Indonesia yang melakukan kegiatan di bidang penerbangan setelah mendapat izin dari Dirjen Hubud
* Jenis dan Tingkatan Diklat terdiri dari :
o A. Pendidikan dan Pelatihan Wajib :
+ Basic Aviation Security (Basic Avsec)
+ Junior Aviation Security (Junior Avsec)
+ Senior Aviation Security (Senior Avsec)
o B. Pendidikan dan Pelatihan Tambahan :
+ Crisis Management
+ Negotiation
+ Exercise
+ Auditor ? Inspector
+ Instruktur
* Diklat Basic Avsec dan rating kecakapan berdasarkan tingkat kewenangan diperuntukkan petugas pemeriksa Orang dan Barang dan Pemeriksa Kendaraan
* Diklat Junior Avsec dan rating kecakapan berdasarkan tingkat kewenangan, diberikan untuk petugas Operator X-Ray dan Operator Explosive Detector
* Diklat Senior Avsec dan rating kecakapan berdasarkan tingkat kewenangan, diberikan untuk Supervisor, yaitu personil yang dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengamanan penerbangan dan dapat melakukan semua kegiatan pengamanan penerbangan
* Dirjen Hubud bertanggung jawab untuk menjamin agar diklat tetap sesuai dengan perkembangan situasi
Aeronautical Frequency Band
Aeronautical Frequency Band
ITU ( International Telecommunication Union ) merupakan organisasi international yang sangat memegang peranan penting berkaitan dengan pengaturan penggunaan frekuensi, yang secara berkala tiap 4 tahunan mengadakan sidang WRC untuk membahas eksistensi penggunaan frekuensi oleh Negara-negara.
Dalam pembagian dan pengelompokkan penggunaan frekuensi, ITU membagi dalam beberapa region ( Region I, Region II, Region III), disamping membagi frequency band berdasarkan aplikasi penggunaan seperti telephone seluler, telephone terrestrial, broadcast, wireless, maritime frequency band dan lain sebagainya, termasuk didalamnya mengalokasikan frekuensi band untuk penerbangan (aeronautical frequency band)
Khusus frequency aeronautical band ini, diadopsi oleh ICAO ( International Civil Aviation Organization) digunakan sebagai urat nadi pendukung utama penyelenggaraan penerbangan, dalam hal ini pemakainya untuk komunikasi, navigasi dan pengamatan (Communication, Navigation, Surveillance). Aeronautical frequency band dimaksud meliputi band frekuensi MF, HF, VHF, UHF dan SHF yang dialokasikan untuk penerbangan.
Aeronautical frequency band bersifat universal, sehingga semua Negara juga akan menggunakan frekuensi dalam band yang sama. Dalam hal ini, masing-masing Negara mempunyai kewajiban untuk mengelola dengan baik pengalokasian frekuensi dengan memperhatikan batas-batas wilayah Negara, sehingga dapat dihindari terjadinya interferensi yang mengganggu. Begitu pula pengaturan frekuensi dalam Negara juga memerlukan managemen yang baik dalam pengelolaan frekuensi.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan transportasi udara, mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola aeronautical frequency band. Yang untuk selanjutnya tupoksi pengaturan dan pengelolaan aeronautical frequency band dilaksanakan oleh Direktorat Keselamatan Penerbangan (Sesuai dengan KM 43 TAHUN 2005 ).
Perlunya pengaturan dan pengelolaan aeronautical frequency band mengingat keterbatasan lebar pita, jumlah fasilitas komunikasi/navigasi/pengamatan (CNS) yang cukup banyak, dan jumlah pengguna frekuensi penerbangan ( pemerintah, BUMN, perusahaan penerbangan, perusahaan swasta yang menyelenggarakan penerbangan) yang selalu bertambah.
Pengguna frekuensi penerbangan dalam mengoperasikan stasiun radio penerbangan baik stasiun radio darat penerbangan dan stasiun radio pesawat terbang diharuskan mempunyai ijin sebagai syarat legalitas.
ITU ( International Telecommunication Union ) merupakan organisasi international yang sangat memegang peranan penting berkaitan dengan pengaturan penggunaan frekuensi, yang secara berkala tiap 4 tahunan mengadakan sidang WRC untuk membahas eksistensi penggunaan frekuensi oleh Negara-negara.
Dalam pembagian dan pengelompokkan penggunaan frekuensi, ITU membagi dalam beberapa region ( Region I, Region II, Region III), disamping membagi frequency band berdasarkan aplikasi penggunaan seperti telephone seluler, telephone terrestrial, broadcast, wireless, maritime frequency band dan lain sebagainya, termasuk didalamnya mengalokasikan frekuensi band untuk penerbangan (aeronautical frequency band)
Khusus frequency aeronautical band ini, diadopsi oleh ICAO ( International Civil Aviation Organization) digunakan sebagai urat nadi pendukung utama penyelenggaraan penerbangan, dalam hal ini pemakainya untuk komunikasi, navigasi dan pengamatan (Communication, Navigation, Surveillance). Aeronautical frequency band dimaksud meliputi band frekuensi MF, HF, VHF, UHF dan SHF yang dialokasikan untuk penerbangan.
Aeronautical frequency band bersifat universal, sehingga semua Negara juga akan menggunakan frekuensi dalam band yang sama. Dalam hal ini, masing-masing Negara mempunyai kewajiban untuk mengelola dengan baik pengalokasian frekuensi dengan memperhatikan batas-batas wilayah Negara, sehingga dapat dihindari terjadinya interferensi yang mengganggu. Begitu pula pengaturan frekuensi dalam Negara juga memerlukan managemen yang baik dalam pengelolaan frekuensi.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan transportasi udara, mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola aeronautical frequency band. Yang untuk selanjutnya tupoksi pengaturan dan pengelolaan aeronautical frequency band dilaksanakan oleh Direktorat Keselamatan Penerbangan (Sesuai dengan KM 43 TAHUN 2005 ).
Perlunya pengaturan dan pengelolaan aeronautical frequency band mengingat keterbatasan lebar pita, jumlah fasilitas komunikasi/navigasi/pengamatan (CNS) yang cukup banyak, dan jumlah pengguna frekuensi penerbangan ( pemerintah, BUMN, perusahaan penerbangan, perusahaan swasta yang menyelenggarakan penerbangan) yang selalu bertambah.
Pengguna frekuensi penerbangan dalam mengoperasikan stasiun radio penerbangan baik stasiun radio darat penerbangan dan stasiun radio pesawat terbang diharuskan mempunyai ijin sebagai syarat legalitas.
Air Traffic Services
Air Traffic Services
:: AIR TRAFFIC SERVICES ( PELAYANAN LALU LINTAS UDARA)
Air Traffic Services atau pelayanan lalu lintas udara adalah pemanduan dan pengaturan pesawat terbang yang diberikan ATC dengan jalur khusus. Tujuan dari pengaturan lalu lintas udara adalah untuk menghindarkan tabrakan antar pesawat terbang, menghindarkan pesawat terbang yang berada di daerah pergerakan pesawat dengan penghalang lainnya dan terciptanya kelancaran serta keteraturan lalu lintas udara.
Tugas Pemandu Lalu Lintas Udara ( ATC/Air Traffic Controler ) yang tercantum di dalam Annex 2 ( Rules of the Air ) dan Annex 11 (Air Traffic Services) Konvensi Chicago 1944 adalah mencegah tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan obstructions , mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan teratur kepada pesawat terbang, baik yang berada di ground atau yang sedang terbang / melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan.
Untuk melaksanakan tugas tersebut diperlukan seorang petugas ATC dalam pengaturan arus lalu lintas udara yang dimulai dari pesawat melakukan contact (komunikasi) pertama kali sampai dengan pesawat tersebut mendarat (landing) di bandara tujuan.
Disamping itu diperlukan dukungan prasarana, sarana, serta perangkat peraturan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan ICAO (International Civil Aviation Organization) Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, yang dari hari ke hari terus dilakukan amandemen sesuai dengan pengembangan arus lalu lintas penerbangan dan teknologi.
Dengan semakin tingginya frekuensi penerbangan yang melintasi ataupun mendarat di bandar udara dewasa ini, maka tugas dan tanggung jawab pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara menjadi semakin berat. Oleh karena itu, kualitas dan kehandalan perangkat kerja dan SDM yang ada dibelakangnya harus benar-benar prima untuk menjamin terhindarnya insiden penerbangan.
Berbagai kegiatan dalam rangka peningkatan kehandalan pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara telah dilakukan dalam kurun wakktu 1989-1997 :
1. Evaluasi dan modifikasi prosedur kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang, baik penerbangan visual maupun instrumen. Saat ini telah dirampungkan pembuatan SID & STAR pada 9 Bandar Udara dalam rangka peningkatan keselamatan penerbangan.
2. Modifikasi Ruang Udara dan ATS Rute Domestik dan Internasional untuk memberikan alternatif yang beragam bagi maskapai penerbangan.
3. Penyiapan SDM guna menyongsong penerapan FANS (Future Air Navigations System).
4. Terselengaranya temu koordinasi berkesinambungan dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan lalu lintas udara regional seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Australia.
5. Sosialisasi Aeronautical Information System Automation 2000 kepada perangkat Briefing Office sebagai antisipasi pemberlakuan sistem tersebut oleh ICAO dalam kurun waktu dekat.
6. Pembentukan Ground Control pada Bandar Udara padat seperti Ngurah Rai dan Juanda.
7. Pengoperasian AMSC (Automatic Message Switching Centre) untuk meningkatkan kelancaran pelayanan keselamatan penerbangan melalui AFTN.
8. Penyelesaian seluruh FSO Licence di lingkungan Angkasa I pada tahun 1994 dan 1995.
9. Penyelengaraan Ujian Licence dan Rating bagi para petugas ATC (Pengatur Lalu Lintas Udara) secara periodik.
Untuk memberikan pelayanan lalu lintas udara di wilayah Indonesia telah dibentuk ruang udara yang terbagi dalam beberapa zona pengawasan dan batas-batas yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi dan kompleksitas lalu lintas udara seperti zona pelayanan Aeronautikal Flight Information Services (AFIS), Area Aerodrome Control (ADC), Appoach Control (APP), Area Control Center (ACC), Flight Information Center, dan Flight Services Station sesuai persyaratan-persyaratan ICAO. Dalam rangjka menciptakan penggunaan ruang udara yang efektif dan efisien pemerintah Indonesia telah melakukan restrukturisasi organisasi ruang udara dari 4 flight Information Region (FIR) dan 4 Area Control Center yang berlokasi di Medan, Jakarta, Bali dan Biak menjadi 2 FIR dan 2 ACC yaitu Jakarta dan Makassar.
Guna mendukung kelancaran pelayanan lalu lintas penerbangan, pada setiap pesawat udara dan Bandar Udara yang beroperasi harus dilengkapi dengan fasilitas komunikasi yang memadai. Fasilitas komunikasi penerbangan tersebut digunakan untuk komunikasi antara pengatur lalu lintas udara dengan pilot/pesawat dan antara petugas lalu lintas udara dengan unit lain di Bandar Udara tersebut maupun dengan petugas Pengatur Lalu Lintas Udara di Badar Udara lainnya.
Untuk dapat menjadi seorang Pengatur Lalu Lintas Udara harus mengikuti pendidikan khusus Pengatur Lalu Lintas Udara, yang saat ini hanya ada di Diklat-Diklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia. Pendidikan dilaksanakan selama 2 (dua) tahun (DII) sebagai pemegang license Junior ATC, dan 3 (tiga) tahun (DIII) sebagai pemegang license Senior ATC. Pendidikan ini kemudian diteruskan dengan Diklat Radar selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, dan atau mengikuti pendidikan selama 4 (empat) tahun (DIV) sesuai kebutuhan di lapangan.
Memang banyak yang tidak tahu apa itu ATC (Air Traffic Control), sungguh ini suatu hal yang wajar melihat tempat kerjanya yang berada di Restricted area (daerah terbatas) di bandara manapun di dunia. Untuk mengetahui dimana ATC bekerja sebetulnya sangat gampang dan mudah dilihat, apabila anda mengantar saudara atau anda sendiri akan bepergian dengan menggunakan teknologi terdepan yaitu pesawat udara maka anda akan dengan mudah menemukan bangunan tertinggi di bandara yang biasa disebut tower.
Data jumlah ATC baik di Bandara UPT Ditjen Hubud, maupun Bandara yang berada dibawah manajemen PT (Persero) Angkasa Pura I dan PT (Persero) Angkasa Pura II total kurang lebih sebanyak 1.158 orang. Dengan rincian :
* Bandara UPT Ditjen Hubud sebanyak : 250 orang,
* PT (Persero) Angkasa Pura I sebanyak : 520 orang, dan
* PT (Persero) Angkasa Pura II sebanyak : 388 orang.
Sebagai petugas Pengatur Lalu Lintas Udara harus siap ditempatkan di seluruh Bandara di Indonesia, baik Bandara UPT Ditjen Hubud, maupun Bandara yang berada dibawah manajemen PT (Persero) Angkasa Pura I dan PT (Persero) Angkasa Pura II .
§ Bandara – bandara UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Udara diantaranya adalah :
1. Bandara Hang Nadim – Batam
2. Bandara Fatmawati Soekarno – Bengkulu
3. Bandara Sultan Thaha – Jambi
4. Bandara Depati Amir –Bangka
5. Bandara Radin Inten II – Bandar Lampung
6. Bandara HAS Hanandjoeddin – Tanjung Pandan
7. Bandara Juwata – Tarakan
8. Bandara Iskandar - Pangkalbun
9. Bandara Temindung - Samarinda
10. Bandara Tjilik Riwut - Palangkaraya
11. Bandara Mutiara - Palu
12. Bandara Djalaluddin – Gorontalo
13. Bandara Wolter Monginsidi - Kendari
14. Sultan Baabullah – Ternate
15. Bandara Mopah - Merauke
16. Bandara Jefman – Sorong
17. Bandara Nabire
§ Bandara – bandara PT (Persero) Angkasa Pura I yaitu :
1. Bandara Ngurah Rai – Denpasar
2. Bandara Pattimura – Ambon
3. Bandara Hasanuddin – Makassar
4. Bandara Sam Ratulangi – Manado
5. Bandara Juanda – Surabaya
6. Bandara F. Kaisiepo – Biak
7. Bandara Eltari – Kupang
8. Bandara Sepinggan- Balikpapn
9. Bandara Samsuddin Noor – Banjarmasin
10. Bandara Selaparang – Mataram
11. Bandara Ahmad Yani – Semarang
12. Bandara Adi Sutjipto – Yogyakarta
13. Bandara Adi Sumarmo – Solo
§ Bandara – bandara PT (Persero) Angkasa Pura II yakni:
1. St. Iskandar Muda – Aceh
2. Polonia – Medan
3. Minangkabau – Padang
4. St. Syarif Kasim II – Pekanbaru
5. Sultan Mahmud Badaruddin II – Palembang
6. Kijang – Tj. Pinang
7. Supadio – Pontianak
8. Husein Sastranegara – Bandung
9. Halim Perdana Kusuma – Jakarta
10. Soekarno Hatta – Tangerang
:: AIR TRAFFIC SERVICES ( PELAYANAN LALU LINTAS UDARA)
Air Traffic Services atau pelayanan lalu lintas udara adalah pemanduan dan pengaturan pesawat terbang yang diberikan ATC dengan jalur khusus. Tujuan dari pengaturan lalu lintas udara adalah untuk menghindarkan tabrakan antar pesawat terbang, menghindarkan pesawat terbang yang berada di daerah pergerakan pesawat dengan penghalang lainnya dan terciptanya kelancaran serta keteraturan lalu lintas udara.
Tugas Pemandu Lalu Lintas Udara ( ATC/Air Traffic Controler ) yang tercantum di dalam Annex 2 ( Rules of the Air ) dan Annex 11 (Air Traffic Services) Konvensi Chicago 1944 adalah mencegah tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan obstructions , mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan teratur kepada pesawat terbang, baik yang berada di ground atau yang sedang terbang / melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan.
Untuk melaksanakan tugas tersebut diperlukan seorang petugas ATC dalam pengaturan arus lalu lintas udara yang dimulai dari pesawat melakukan contact (komunikasi) pertama kali sampai dengan pesawat tersebut mendarat (landing) di bandara tujuan.
Disamping itu diperlukan dukungan prasarana, sarana, serta perangkat peraturan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan ICAO (International Civil Aviation Organization) Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, yang dari hari ke hari terus dilakukan amandemen sesuai dengan pengembangan arus lalu lintas penerbangan dan teknologi.
Dengan semakin tingginya frekuensi penerbangan yang melintasi ataupun mendarat di bandar udara dewasa ini, maka tugas dan tanggung jawab pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara menjadi semakin berat. Oleh karena itu, kualitas dan kehandalan perangkat kerja dan SDM yang ada dibelakangnya harus benar-benar prima untuk menjamin terhindarnya insiden penerbangan.
Berbagai kegiatan dalam rangka peningkatan kehandalan pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara telah dilakukan dalam kurun wakktu 1989-1997 :
1. Evaluasi dan modifikasi prosedur kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang, baik penerbangan visual maupun instrumen. Saat ini telah dirampungkan pembuatan SID & STAR pada 9 Bandar Udara dalam rangka peningkatan keselamatan penerbangan.
2. Modifikasi Ruang Udara dan ATS Rute Domestik dan Internasional untuk memberikan alternatif yang beragam bagi maskapai penerbangan.
3. Penyiapan SDM guna menyongsong penerapan FANS (Future Air Navigations System).
4. Terselengaranya temu koordinasi berkesinambungan dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan lalu lintas udara regional seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Australia.
5. Sosialisasi Aeronautical Information System Automation 2000 kepada perangkat Briefing Office sebagai antisipasi pemberlakuan sistem tersebut oleh ICAO dalam kurun waktu dekat.
6. Pembentukan Ground Control pada Bandar Udara padat seperti Ngurah Rai dan Juanda.
7. Pengoperasian AMSC (Automatic Message Switching Centre) untuk meningkatkan kelancaran pelayanan keselamatan penerbangan melalui AFTN.
8. Penyelesaian seluruh FSO Licence di lingkungan Angkasa I pada tahun 1994 dan 1995.
9. Penyelengaraan Ujian Licence dan Rating bagi para petugas ATC (Pengatur Lalu Lintas Udara) secara periodik.
Untuk memberikan pelayanan lalu lintas udara di wilayah Indonesia telah dibentuk ruang udara yang terbagi dalam beberapa zona pengawasan dan batas-batas yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi dan kompleksitas lalu lintas udara seperti zona pelayanan Aeronautikal Flight Information Services (AFIS), Area Aerodrome Control (ADC), Appoach Control (APP), Area Control Center (ACC), Flight Information Center, dan Flight Services Station sesuai persyaratan-persyaratan ICAO. Dalam rangjka menciptakan penggunaan ruang udara yang efektif dan efisien pemerintah Indonesia telah melakukan restrukturisasi organisasi ruang udara dari 4 flight Information Region (FIR) dan 4 Area Control Center yang berlokasi di Medan, Jakarta, Bali dan Biak menjadi 2 FIR dan 2 ACC yaitu Jakarta dan Makassar.
Guna mendukung kelancaran pelayanan lalu lintas penerbangan, pada setiap pesawat udara dan Bandar Udara yang beroperasi harus dilengkapi dengan fasilitas komunikasi yang memadai. Fasilitas komunikasi penerbangan tersebut digunakan untuk komunikasi antara pengatur lalu lintas udara dengan pilot/pesawat dan antara petugas lalu lintas udara dengan unit lain di Bandar Udara tersebut maupun dengan petugas Pengatur Lalu Lintas Udara di Badar Udara lainnya.
Untuk dapat menjadi seorang Pengatur Lalu Lintas Udara harus mengikuti pendidikan khusus Pengatur Lalu Lintas Udara, yang saat ini hanya ada di Diklat-Diklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia. Pendidikan dilaksanakan selama 2 (dua) tahun (DII) sebagai pemegang license Junior ATC, dan 3 (tiga) tahun (DIII) sebagai pemegang license Senior ATC. Pendidikan ini kemudian diteruskan dengan Diklat Radar selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, dan atau mengikuti pendidikan selama 4 (empat) tahun (DIV) sesuai kebutuhan di lapangan.
Memang banyak yang tidak tahu apa itu ATC (Air Traffic Control), sungguh ini suatu hal yang wajar melihat tempat kerjanya yang berada di Restricted area (daerah terbatas) di bandara manapun di dunia. Untuk mengetahui dimana ATC bekerja sebetulnya sangat gampang dan mudah dilihat, apabila anda mengantar saudara atau anda sendiri akan bepergian dengan menggunakan teknologi terdepan yaitu pesawat udara maka anda akan dengan mudah menemukan bangunan tertinggi di bandara yang biasa disebut tower.
Data jumlah ATC baik di Bandara UPT Ditjen Hubud, maupun Bandara yang berada dibawah manajemen PT (Persero) Angkasa Pura I dan PT (Persero) Angkasa Pura II total kurang lebih sebanyak 1.158 orang. Dengan rincian :
* Bandara UPT Ditjen Hubud sebanyak : 250 orang,
* PT (Persero) Angkasa Pura I sebanyak : 520 orang, dan
* PT (Persero) Angkasa Pura II sebanyak : 388 orang.
Sebagai petugas Pengatur Lalu Lintas Udara harus siap ditempatkan di seluruh Bandara di Indonesia, baik Bandara UPT Ditjen Hubud, maupun Bandara yang berada dibawah manajemen PT (Persero) Angkasa Pura I dan PT (Persero) Angkasa Pura II .
§ Bandara – bandara UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Udara diantaranya adalah :
1. Bandara Hang Nadim – Batam
2. Bandara Fatmawati Soekarno – Bengkulu
3. Bandara Sultan Thaha – Jambi
4. Bandara Depati Amir –Bangka
5. Bandara Radin Inten II – Bandar Lampung
6. Bandara HAS Hanandjoeddin – Tanjung Pandan
7. Bandara Juwata – Tarakan
8. Bandara Iskandar - Pangkalbun
9. Bandara Temindung - Samarinda
10. Bandara Tjilik Riwut - Palangkaraya
11. Bandara Mutiara - Palu
12. Bandara Djalaluddin – Gorontalo
13. Bandara Wolter Monginsidi - Kendari
14. Sultan Baabullah – Ternate
15. Bandara Mopah - Merauke
16. Bandara Jefman – Sorong
17. Bandara Nabire
§ Bandara – bandara PT (Persero) Angkasa Pura I yaitu :
1. Bandara Ngurah Rai – Denpasar
2. Bandara Pattimura – Ambon
3. Bandara Hasanuddin – Makassar
4. Bandara Sam Ratulangi – Manado
5. Bandara Juanda – Surabaya
6. Bandara F. Kaisiepo – Biak
7. Bandara Eltari – Kupang
8. Bandara Sepinggan- Balikpapn
9. Bandara Samsuddin Noor – Banjarmasin
10. Bandara Selaparang – Mataram
11. Bandara Ahmad Yani – Semarang
12. Bandara Adi Sutjipto – Yogyakarta
13. Bandara Adi Sumarmo – Solo
§ Bandara – bandara PT (Persero) Angkasa Pura II yakni:
1. St. Iskandar Muda – Aceh
2. Polonia – Medan
3. Minangkabau – Padang
4. St. Syarif Kasim II – Pekanbaru
5. Sultan Mahmud Badaruddin II – Palembang
6. Kijang – Tj. Pinang
7. Supadio – Pontianak
8. Husein Sastranegara – Bandung
9. Halim Perdana Kusuma – Jakarta
10. Soekarno Hatta – Tangerang
Produk - Produk Informasi Aeronautika
Produk - Produk Informasi Aeronautika
Aeronautical Information Services (AIS) adalah satu-satunya unit pemerintah yang diberi otoritas sebagai pusat pengumpul, pengolah, memvalidasi, menyimpan, memelihara, dan menyebarkan data informasi aeronautika berupa fasilitas, prosedur dan pelayanan yang ada pada bandar udara dan ruang udara di wilayah penerbangan Indonesia/ Flight Information Region (FIR)
AIS Indonesia menerbitkan publikasi Informasi aeronautika, diantaranya adalah :
No.
Item
Harga
1
Aeronautical Information Publication Indonesia , 1 set terdiri dari 3 volume , termasuk setahun amendment and supplement di luar biaya ongkos kiri
150 US$
2
Langganan amendment dan supplement AIP selama 1 tahun diluar biaya ongkos kirim
100 US$
3
Aerodrome Directory for Ligh Aircraft (ALA/AIP volume IV) , termasuk setahun amendment and supplement di luar biaya ongkos kirim
50 US $
4
Langganan amendment dan supplement ALA selama setahun di luar ongkos kirim
15 US $
5
World Aeronautical Chart per nomor lembar peta
15 US $
6
Peta - peta navigasi penerbangan lainnya
Dapat hub Dit. Kespen
7.
Dokument ICAO ( annexes dan manual ) dan dll
Dapat Hub Dit. Kespen
8.
Notam (notice to Air Man)
9.
ASHTAM ( informasi Ash to Airman)
10.
dll
Publikasi informasi aeronautika dibutuhkan oleh komunitas penerbangan untuk navigasi penerbangan
Untuk Informasi lebih lanjut mengenai Publikasi AIS dapat menghubungi :
Aeronautical Information Services - Indonesia
Directorate of Aviation Safety
Gedung Karya Lt. 7 Jl. Medan Merdeka Barat No.8 Jakarta 10110
Phone/Fax. ;(62-21) 3507603
Email : ais_indonesia@indo.net.id
Berikut contoh - contoh produk Informasi Aeronautika yang di publikasikan :
Contoh : World Aeronautical Chart Indonesia No. 2981 Scale 1: 1.000.000
Aeronautical Information Services (AIS) adalah satu-satunya unit pemerintah yang diberi otoritas sebagai pusat pengumpul, pengolah, memvalidasi, menyimpan, memelihara, dan menyebarkan data informasi aeronautika berupa fasilitas, prosedur dan pelayanan yang ada pada bandar udara dan ruang udara di wilayah penerbangan Indonesia/ Flight Information Region (FIR)
AIS Indonesia menerbitkan publikasi Informasi aeronautika, diantaranya adalah :
No.
Item
Harga
1
Aeronautical Information Publication Indonesia , 1 set terdiri dari 3 volume , termasuk setahun amendment and supplement di luar biaya ongkos kiri
150 US$
2
Langganan amendment dan supplement AIP selama 1 tahun diluar biaya ongkos kirim
100 US$
3
Aerodrome Directory for Ligh Aircraft (ALA/AIP volume IV) , termasuk setahun amendment and supplement di luar biaya ongkos kirim
50 US $
4
Langganan amendment dan supplement ALA selama setahun di luar ongkos kirim
15 US $
5
World Aeronautical Chart per nomor lembar peta
15 US $
6
Peta - peta navigasi penerbangan lainnya
Dapat hub Dit. Kespen
7.
Dokument ICAO ( annexes dan manual ) dan dll
Dapat Hub Dit. Kespen
8.
Notam (notice to Air Man)
9.
ASHTAM ( informasi Ash to Airman)
10.
dll
Publikasi informasi aeronautika dibutuhkan oleh komunitas penerbangan untuk navigasi penerbangan
Untuk Informasi lebih lanjut mengenai Publikasi AIS dapat menghubungi :
Aeronautical Information Services - Indonesia
Directorate of Aviation Safety
Gedung Karya Lt. 7 Jl. Medan Merdeka Barat No.8 Jakarta 10110
Phone/Fax. ;(62-21) 3507603
Email : ais_indonesia@indo.net.id
Berikut contoh - contoh produk Informasi Aeronautika yang di publikasikan :
Contoh : World Aeronautical Chart Indonesia No. 2981 Scale 1: 1.000.000
GNSS Base Flight Procedure
GNSS Base Flight Procedure
Latar Belakang
ICAO sudah cukup lama mendukung pemakaian aplikasi GNSS sebagai salah satu bagian transisi baru dari Sistem Komunikasi, navigasi , surveilance/ managemen lalu lintas udara ( Communications, Navigation and Surveillance/ Air Traffic Management System ( CNS/ATM System) . Kebutuhan akan sistem ini dirasakan semakin diperlukan oleh operator penerbangan, terutama untuk bandar udara – bandar udara yang mempunyai infrastruktur navigasi yang terbatas.
Design dan implementasi GNSS procedure yang dipakai oleh negara – negara anggota ICAO adalah memakai ICAO PANS OPS Criteria. GNNS procedure ini bersifat tailor made tergantung kebutuhan setiap negara. Materi Implementasi GNSS procedures terdiri dari :
● Pembuatan GNSS Instrument Approach procedures untuk runway-runway yang disetujui memakai procedures tsb.
● WGS-84 surveys
● Pembuatan STAR ( standard instrument Arrival) dan SID ( standard instrument departure) bersama denga GNSS approach procedures.
● Modifikasi design struktur ruang udara untuk kebutuhan GNSS procedures requirements
● Publikasi prosedur
● Flight verification (inspection) dari GNSS procedures
● Penyiapan materi penting peraturan GNSS yang bersifat nasional
● Training dan pengenalan bagi pilot, ATC, airworthiness dan maintenance.
Keuntungan implementasi GNSS :
Pemakaian GNSS instruments approach lebih menawarkan keuntungan kepada operator penerbangan dan pemerintah daripada pemakaian approach yang bersifat konventional, di antaranya :
● Safety : GNSS non precision approach (NPAs) menawarkan kewaspadaan posisi yang sempurna melalui tampilan peta/display yangbergerak dan proses descent pesawat yang stabil. Kombinasi ini mengecilkan potensi accident karena obstacle ( Controlled flight into terrain accident) , yang biasanya accident ini terjadi selama final descent di atau dekat sekitar runway centreline.
● Dependability : Sistem GNSS setiap saat selalu dalam keadaan operasional dan dalam banyak hal dapat mengurangi keterbatasan landing minima. Kombinasi ini dapat mengurangi keterlambatan , pembatalan dan pengalihan ke bandara alternate.
● Efficiency : GNSS NPAs menawarkan approach routing yang optrimal, sehingga mengurangi biaya dan waktu terbang.
● Global application : Pemakaian GNSS bersifat global dan mempunyai potensi medukung semua phase penerbangan, sehingga secara global di bidang kenavigasian akan mengurangi kebutuhan peralatan di ground / di darat dan mengurangi peralatan dipesawat.
● Remote areas : GNSS dapat menyediakan guidance yang akurat di wilayah terpencil dan wilayah laut / oceanic di mana diwilayah tsb adalah tidak praktis atau tidak mungkin disiapkan/dibangun peralatan ground based guidance yang akurat dan dapat diandalkan . Pemakaian GNSS ini dapat menghemat biaya bagi operator penerbangan . Hal ini memungkinkan negara untuk mendisain en-route dan terminal aispace untuk maksimum kapasitas dan mengurang delays.
● Route Flexibility : Keakuratan GNSS dalam tahap departure mendukung keefisienan prosedur pengurangan noise. Juga memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam routing, memungkinkan climb gradients yang lebih rendah dan dapat menambah payloads pesawat ketika terrain adalah merupakan faktor yang membatasi.
● Accurate approach guidance : GNSS dapat memberikan approach guidance yang lebih akurat. Keakuratan vertical guidance dapat mengurangi visual maneuvering dan meningkatkan keselamatan. Kemampuannya menyediakan approach yang lebih baik kepada lebih banyak runway tanpa penambahan biaya infrastruktur bandara akan meningkatkan kemampuan banyak bandara dan mengurangi keterlabatan, pengalihan dan penundaan akabat cuacaburuk.
● Approach capability : Berpotensi untuk kemampuan menyediakan instrument approach pada semua bandara internasional.
● Decommissioning of traditional navigations aids : kemampuan dari gnss guidance akan dapat mengambil alih fungsi dari beberapa tarditional ground-based navigation aids. Hal ini akan menghemat biaya.
Source : dokumen ICAO
Implementasi GNSS di Indonesia
Untuk implementasi di Indonesia, di jabarkan dalam bentuk power point dan lebih rincinya agar dapat di download.
Ada 4 materi tentang implementasi GNSS di Indonesia :
1. Flight Inspection untuk GNSS Approach
2. Implementasi GNSS di Indonesia
3. WGS Indonesia
4. GNSS Movie tentang GPS Instrument Approach Fokker 50 at Matak Airport.
Latar Belakang
ICAO sudah cukup lama mendukung pemakaian aplikasi GNSS sebagai salah satu bagian transisi baru dari Sistem Komunikasi, navigasi , surveilance/ managemen lalu lintas udara ( Communications, Navigation and Surveillance/ Air Traffic Management System ( CNS/ATM System) . Kebutuhan akan sistem ini dirasakan semakin diperlukan oleh operator penerbangan, terutama untuk bandar udara – bandar udara yang mempunyai infrastruktur navigasi yang terbatas.
Design dan implementasi GNSS procedure yang dipakai oleh negara – negara anggota ICAO adalah memakai ICAO PANS OPS Criteria. GNNS procedure ini bersifat tailor made tergantung kebutuhan setiap negara. Materi Implementasi GNSS procedures terdiri dari :
● Pembuatan GNSS Instrument Approach procedures untuk runway-runway yang disetujui memakai procedures tsb.
● WGS-84 surveys
● Pembuatan STAR ( standard instrument Arrival) dan SID ( standard instrument departure) bersama denga GNSS approach procedures.
● Modifikasi design struktur ruang udara untuk kebutuhan GNSS procedures requirements
● Publikasi prosedur
● Flight verification (inspection) dari GNSS procedures
● Penyiapan materi penting peraturan GNSS yang bersifat nasional
● Training dan pengenalan bagi pilot, ATC, airworthiness dan maintenance.
Keuntungan implementasi GNSS :
Pemakaian GNSS instruments approach lebih menawarkan keuntungan kepada operator penerbangan dan pemerintah daripada pemakaian approach yang bersifat konventional, di antaranya :
● Safety : GNSS non precision approach (NPAs) menawarkan kewaspadaan posisi yang sempurna melalui tampilan peta/display yangbergerak dan proses descent pesawat yang stabil. Kombinasi ini mengecilkan potensi accident karena obstacle ( Controlled flight into terrain accident) , yang biasanya accident ini terjadi selama final descent di atau dekat sekitar runway centreline.
● Dependability : Sistem GNSS setiap saat selalu dalam keadaan operasional dan dalam banyak hal dapat mengurangi keterbatasan landing minima. Kombinasi ini dapat mengurangi keterlambatan , pembatalan dan pengalihan ke bandara alternate.
● Efficiency : GNSS NPAs menawarkan approach routing yang optrimal, sehingga mengurangi biaya dan waktu terbang.
● Global application : Pemakaian GNSS bersifat global dan mempunyai potensi medukung semua phase penerbangan, sehingga secara global di bidang kenavigasian akan mengurangi kebutuhan peralatan di ground / di darat dan mengurangi peralatan dipesawat.
● Remote areas : GNSS dapat menyediakan guidance yang akurat di wilayah terpencil dan wilayah laut / oceanic di mana diwilayah tsb adalah tidak praktis atau tidak mungkin disiapkan/dibangun peralatan ground based guidance yang akurat dan dapat diandalkan . Pemakaian GNSS ini dapat menghemat biaya bagi operator penerbangan . Hal ini memungkinkan negara untuk mendisain en-route dan terminal aispace untuk maksimum kapasitas dan mengurang delays.
● Route Flexibility : Keakuratan GNSS dalam tahap departure mendukung keefisienan prosedur pengurangan noise. Juga memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam routing, memungkinkan climb gradients yang lebih rendah dan dapat menambah payloads pesawat ketika terrain adalah merupakan faktor yang membatasi.
● Accurate approach guidance : GNSS dapat memberikan approach guidance yang lebih akurat. Keakuratan vertical guidance dapat mengurangi visual maneuvering dan meningkatkan keselamatan. Kemampuannya menyediakan approach yang lebih baik kepada lebih banyak runway tanpa penambahan biaya infrastruktur bandara akan meningkatkan kemampuan banyak bandara dan mengurangi keterlabatan, pengalihan dan penundaan akabat cuacaburuk.
● Approach capability : Berpotensi untuk kemampuan menyediakan instrument approach pada semua bandara internasional.
● Decommissioning of traditional navigations aids : kemampuan dari gnss guidance akan dapat mengambil alih fungsi dari beberapa tarditional ground-based navigation aids. Hal ini akan menghemat biaya.
Source : dokumen ICAO
Implementasi GNSS di Indonesia
Untuk implementasi di Indonesia, di jabarkan dalam bentuk power point dan lebih rincinya agar dapat di download.
Ada 4 materi tentang implementasi GNSS di Indonesia :
1. Flight Inspection untuk GNSS Approach
2. Implementasi GNSS di Indonesia
3. WGS Indonesia
4. GNSS Movie tentang GPS Instrument Approach Fokker 50 at Matak Airport.
(STPI) menerima anugerah Approved ATC Training Award 2008
(Jakarta, 11/09/08) Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) menerima anugerah Approved ATC Training Award 2008 dari Asosiasi Pemandu Lalu Lintas Udara (Indonesia air traffic controllers Association/IATCA), Kamis (11//9).
Ketua Umum IATCA Adri Gunawan Wibisono mengatakan, pemberian penghargaan tersebut didasari atas pertimbangan dedikasi dan konsestensi STPI Curug dalam melaksanakan ICAO Approved ATC Training Program bagi pemandu lalu lintas udara di Indonesia. "Pemberian award ini diharapkan akan semakin meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan bidang keselamatan penerbangan di Indonesia," ujar Adri.
Dia menambahkan, pemberian award ini dalam rangka memperingati ulang tahun IATCA ke-9. Kegiatan pemberian award ini, menurutnya, merupakan kegiatan tahunan. Ini menjadi salah satu bentuk pengakuan dan penghargaan kepada para pihak yang dinilai telah memberikan peranan dalam meningkatkan pelayanan pemanduan lalu lintas udara di Indonesia.
Penyerahan Approved ATC Training Award 2008 kepada STPI dilakukan di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Departemen Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Award diserahkan secara simbolis oleh Ketua Umum IATCA Adri Gunawan Wibisono kepada Kepala Badan Diklat Dedi Darmawan.
Menyikapi penganugerahan tersebut, Dedi Darmawan mengatakan, dirinya menyambut baik penghargaan yang diberikan kepada STPI tersebut. "Ini adalah penghargaan yang bernilai sangat tinggi, karena diberikan langsung oleh mereka yang bergelut langsung dengan profesi ATC. Ini sangat membanggakan buat kami," ungkapnya.
Ditegaskan Dedi Darmawan, ATC merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah sistem keselamatan penerbangan. Terkait dengan hal tersebut, dia meminta agar IATCA bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas para anggotanya. Antara lain dengan bekerja sama dalam bidang pendidikan dengan Badan Diklat Dephub melalui STPI Curug.
"Agar peranan anggota-anggotanya dalam meningkatkan keselamatan di Indonesia bisa kian ditingkatkan," lanjut Dedi, seraya mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih sangat membutuhkan banyak tenaga-tenaga ATC," ujarnya. (DIP)
Berita Lainnya
Ketua Umum IATCA Adri Gunawan Wibisono mengatakan, pemberian penghargaan tersebut didasari atas pertimbangan dedikasi dan konsestensi STPI Curug dalam melaksanakan ICAO Approved ATC Training Program bagi pemandu lalu lintas udara di Indonesia. "Pemberian award ini diharapkan akan semakin meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan bidang keselamatan penerbangan di Indonesia," ujar Adri.
Dia menambahkan, pemberian award ini dalam rangka memperingati ulang tahun IATCA ke-9. Kegiatan pemberian award ini, menurutnya, merupakan kegiatan tahunan. Ini menjadi salah satu bentuk pengakuan dan penghargaan kepada para pihak yang dinilai telah memberikan peranan dalam meningkatkan pelayanan pemanduan lalu lintas udara di Indonesia.
Penyerahan Approved ATC Training Award 2008 kepada STPI dilakukan di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Departemen Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Award diserahkan secara simbolis oleh Ketua Umum IATCA Adri Gunawan Wibisono kepada Kepala Badan Diklat Dedi Darmawan.
Menyikapi penganugerahan tersebut, Dedi Darmawan mengatakan, dirinya menyambut baik penghargaan yang diberikan kepada STPI tersebut. "Ini adalah penghargaan yang bernilai sangat tinggi, karena diberikan langsung oleh mereka yang bergelut langsung dengan profesi ATC. Ini sangat membanggakan buat kami," ungkapnya.
Ditegaskan Dedi Darmawan, ATC merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah sistem keselamatan penerbangan. Terkait dengan hal tersebut, dia meminta agar IATCA bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas para anggotanya. Antara lain dengan bekerja sama dalam bidang pendidikan dengan Badan Diklat Dephub melalui STPI Curug.
"Agar peranan anggota-anggotanya dalam meningkatkan keselamatan di Indonesia bisa kian ditingkatkan," lanjut Dedi, seraya mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih sangat membutuhkan banyak tenaga-tenaga ATC," ujarnya. (DIP)
Berita Lainnya
Sesuai dengan KM 43 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
* penyiapan bahan untuk pelaksanaan tugas pokok dibidang dibidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* penyusuan, norma, standar, pedoman, kriteria dan prosedur dibidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* penyiapan bahan perumusan dan pemberian bimbingan teknis dibidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan sertifikasi kecakapan personil keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan sertifikasi kecakapan operasional peralatanl keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Keselamatan Penerbangan, terdiri dari:
1. Subdirektorat Keselamatan Lalu Lintas Penerbangan
2. Subdirektorat Sistem dan Prosedur Navigasi Penerbangan
3. Subdirektorat Informasi Aeronautika
4. Subdirektorat Operasi Bandar Udara
5. Subdirektorat Pengamanan dan Pelayanan Darurat
6. Subbaigan Tata Usaha
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT KESELAMATAN PENERBANGAN
* penyiapan bahan untuk pelaksanaan tugas pokok dibidang dibidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* penyusuan, norma, standar, pedoman, kriteria dan prosedur dibidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* penyiapan bahan perumusan dan pemberian bimbingan teknis dibidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan sertifikasi kecakapan personil keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan sertifikasi kecakapan operasional peralatanl keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang keselamatan lalu lintas penerbangan, sistem dan prosedur navigasi penerbangan, informasi aeronautika, operasi bandar udara, pengamanan dan pelayanan darurat;
* pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Keselamatan Penerbangan, terdiri dari:
1. Subdirektorat Keselamatan Lalu Lintas Penerbangan
2. Subdirektorat Sistem dan Prosedur Navigasi Penerbangan
3. Subdirektorat Informasi Aeronautika
4. Subdirektorat Operasi Bandar Udara
5. Subdirektorat Pengamanan dan Pelayanan Darurat
6. Subbaigan Tata Usaha
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT KESELAMATAN PENERBANGAN
Monday, October 20, 2008
ATC is. . .
Air Traffic Control atau biasa disingkat ATC adalah suatu unit yang bertugas sebagai pemandu lalu lintas udara pada suatu wilayah, mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat, pesawat dengan obstacle atau obstraction yang berada di wilayah tersebut.
ATC Unit terbagi atas 3 unit sesuai dengan wilayah teritorinya, ada Aerodrome Control Tower (ADC), Approach Control Office (APP), Area Control Centre (ACC).
ADC Berfungsi mengatur pergerakan d suatu Bandar Udara dan di Area Vicinity.
APP merupakan unit yang mengatur pergerakan pesawat di wilayah yang lebih luas sehingga mencakup beberapa Bandar Udara di dalamnya, ketinggian wilayahnya mencapai 25.000 ft.
Sedangkan ACC adalah unit yang mempunyai wilayah di atas 25.000 ft dengan radius yang sangat luas, sehingga mencakup beberapa unit APP, di Indonesia sendiri mempunyai 2 unit ACC yang berada di Jakarta untuk wilayah Indonesia barat dan di Makassar untuk Indonesia bagian timur.
ATC Unit terbagi atas 3 unit sesuai dengan wilayah teritorinya, ada Aerodrome Control Tower (ADC), Approach Control Office (APP), Area Control Centre (ACC).
ADC Berfungsi mengatur pergerakan d suatu Bandar Udara dan di Area Vicinity.
APP merupakan unit yang mengatur pergerakan pesawat di wilayah yang lebih luas sehingga mencakup beberapa Bandar Udara di dalamnya, ketinggian wilayahnya mencapai 25.000 ft.
Sedangkan ACC adalah unit yang mempunyai wilayah di atas 25.000 ft dengan radius yang sangat luas, sehingga mencakup beberapa unit APP, di Indonesia sendiri mempunyai 2 unit ACC yang berada di Jakarta untuk wilayah Indonesia barat dan di Makassar untuk Indonesia bagian timur.
Sunday, October 19, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)